Rabu, 02 Mei 2018

(Katanya) Buah Jatuh tak Jauh dari Pohonnya




Katanya…, “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Tapi, apa hanya aku sendirian yang tak mempercayai peribahasa tenar tersebut?. 

Peribahasa yang bahkan hingga saat inipun masih menjadi sabda mujarab masyarakat. Untuk mendokrit keburukan bapak yang katanya, pasti akan diturukan. Untuk mengulik masa lalu ibu, yang diramalkan berakibat kelam pada masa depan anaknya. Atau, untuk memaksa anak dalam menirukan kelakuan bapak ibunya. Memaksa anak laki-lakinya menjadi setegas bapaknya yang seorang tentara. Memaksa anak perempuannya setelaten ibunya yang mengabdi sebagai ibu rumah tangga. Seolah anak itu adalah hasil kopian indukannya. Sebab (masih katanya), buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya.

Konyol memang. Atau hanya aku sendirian yang mengatakan konyol. Kuharap tidak. Haha.

Ah, siapasih yang sebenarnya membuat kalimat bualan semacam ini. Ayolah bung, anak itu lahir dari Rahim, bukan seperti buah yang jatuh dari pohon. Tak bisa disamakan.

Anak lahir karna usaha bayi dan ibunya dalam pencarian jalan lahir. Sang bayi yang harus berusaha menghindari lilitan tali pusar untuk bisa lahir gangsar. Tubuh bayi harus memutar dengan posisi kepala di bawah, sehingga menekan lubang lahirnya. Sedang sang ibu harus menahan kontraksi yang memeras-meras perutnya. Kadang sang ibu harus meronta kesakitan, menggigiti bibir bawahnya untuk menahan nyeri tak tertahankan. Mencakari bantal empuknya. Jika tidak, kulit suaminya jadi korban. Atau kulit mulus perawatnya ikut diserang. Demi sang bayi yang sedang berusaha mencari jalan keluar menuju dunia.

Itu adalah kisah anak yang dilahirkan. Lalu bagaimana dengan buah?. Sepertinya usaha buah untuk jatuh tak lebih rumit dari usaha bayi dilahirkan.

Sebab buah tak punya anugrah seistimewa bayi. Dimana Tuhan telah menganugrahkan pada bayi, sifat pemimpin sedari dalam rahim. Terlihat dari bagaimana gaya memimpinnya untuk mencari jalan lahir. Melalui inisiatif panggilan alam yang entah ia dengar darimana. Sedangkan buah, hanya bisa berpasrah. Jatuh karna gaya gravitasi menariknya untuk jatuh. Bisa juga karna hembusan angin yang mengendorkan pegangannya pada pohon. Kadang, juga karna senggekan anak-anak yang memaksanya untuk jatuh prematur.

Maka tak diherankan bahwa buah cenderung jatuh didekat pohonnya. Sampai akhinya ada manusia yang memungutnya untuk dijual dipasar. Atau jika tak diharapkan, dibiarkan busuk begitu saja. Sebab buah hanya mampu untuk berpasrah. Namun bayi, ia telah lahir dengan anugrah sebagai pemimpin dalam jiwanya. Meskipun bayi tetap saja lahir didekat selangkangan ibunya. Dibentuk pula karna perpaduan selangkangan bapaknya. Namun ia memiliki otak yang sanggup memimpinnya untuk memutuskan berjalan menjauh dari indukannya atau tidak. Hingga mungkin, suatu hari nanti ia akan berkata lancang, “Aku tak seperti bapak dan ibuku.”

Haha, seperti itulah sebuah teori dari seorang gadis yang terlalu kencur untuk mengenal kehidupan. Boleh dipercaya atau tidak. Boleh dikecam, tapi jangan terlalu sadis. Sebab gadis ini bisa menangis tujuh hari tujuh malam jika sakit hati. Jika dianggap keliru, silahkan tertawakan saja sekencang-kencangnya. Hahaha

Baiklah, tak adil rasanya jika tulisan ini hanya melihat sebuah sisi tentang penolakan. Sebagai alternatifnya, maka mari kita juga coba untuk mempercayai makna dari peribahasa yang baru saja kita tolak. 

Kita anggap saja bahwa kalimat “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”, adalah sebuah kebenaran. Eh, tunggu dulu, tapi apakah benar, bahwa tiap buah yang jatuh itu memang tak jauh dari pohonnya?. Bagaimana jika seandainya itu adalah pohon jeruk yang ada di pucuk bukit. Saat buahnya jatuh maka buah itu menggelinding kebawah. Menuruni bukit, mengikuti hukum alam yang tak akan sanggup dilanggar. Hingga akhirnya buah itu bermuara di kaki bukit yang tanahnya lebih datar. Sedangkan pohon induknya ada di ujung bukit nan jauh disana. 

Atau mungkin, dalam kondisi lain yang sama saja mengenaskannya. Ada sebuah pohon apel ditepi jurang. Buahnya yang merah terlihat begitu menggoda. Hingga tiba saatnya buah itu jatuh.  Sialnya, buah itu jatuh dan langsung tergelincir ke dasar jurang yang gelap. Terpisah dari pohonya yang masih berdiri kokoh di atas sana.

Jika bukan pohon apel, mungkin itu adalah pohon kelapa yang berada di tepi pantai. Tak semalang kisah sebelumnya, buah kelapa ini berhasil jatuh dengan mulus pada hamparan pasir lembut disamping pohonnya. Namun sedetik kemudian ombak mulai mendekati buah segar itu. Ombak kali ini menjulur jauh lebih panjang dari biasanya. Seolah ingin mencuri kelapa segar yang menggoda. Akhirnya buah itu terendam, dan mengambang diatas air laut. Kemudian saat ombak kembali ke laut, buah kelapa itu ikut terseret. Terbawa jauh dari pohonnya. Ternyata, nasibnya tak kalah malang.

Oh, sungguh nelangsa sekali nasibmu para buah. Baru saja matang, namun malah jatuh terlalu jauh dari pohonmu.

Tapi ada juga kok kisah yang tak senelangsa itu. Buah dari pohon randu contohnya. Pohon satu ini justru meridhoi agar buahnya tak jatuh didekatnya. Saat kemarau, buah randu yang hijau akan berubah kecoklatan, tanda mengering. Didalamnya, terdapat kapuk putih bererta biji klenteng mengintip. Jika kulit buah telah pecah, maka kapuk dan klenteng sudah siap meninggalkan cangkangnya. Dibantu dengan bantuan angin, keduanya terbang bagaikan salju ditengah panas. Begitulah cara randu agar bakal anakannya tidak tumbuh berdekatan. Hmm,, sungguh bijak sekali wahai engkau pohon randu.

Dari kisah para pepohonan tersebut maka dapat dilihat bahwa pernyataan, “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya” itu tak dapat mutlak dibenarkan. Ah, lagi-lagi sebuah anggapan penolakan. Haha, biar sajalah. Sebab, seperti itulah pendapat dari penulis kencur ini. Memang ada benarnya buah yang jatuh tak jauh didekat pohonya. Namun, perlu juga dilihat, bahwa ada juga yang tak dikehendaki jatuh terlalu jauh dari pohonya. Ada pula yang memang sudah dirancang untuk tak jatuh di dekat pohonnya, seperti pohon randu misalnya. 

Sebagai seorang anak, kita berada di kelompok posisi yang mana?.

Jika merasa bahwa kita adalah anak yang  jatuh tak jauh dari pohonnya, maka selalu bersyukurlah. Sebab itu artinya, ada aliran darah kental yang diturunkan oleh orang tuamu. Bersyukur dan berbahagialah, karna dari darah itu kamu bisa diberikan sebuah kehidupan. Hingga akhirnya darah itu memenuhi tubuhmu. Menjadikan jantungmu tetap dapat memompa. Mengaliri pembuluh darahmu untuk menyebar asupan bagi seluruh organ. Terutama otak pada kepalamu, yang menjadikanmu tetap menjadi makhluk yang terhormat.

Namun, jika kamu berada pada posisi sebaliknya. Yaitu jatuh terlalu jauh, namun tidak dikehendaki. Jangan lantas merengek bersedih. Slalu ingatlah, bahwa dirimu tetaplah buah dari pohonmu. Kamu tetaplah buah istimewa. Hanya saja, Tuhan sedang menguji seberapa tegar jiwa kepemimpinanmu. Seberapa kamu bisa mengendalikan dan mengatur stategi memimpin raga dan jiwamu. Hargai mereka, dan bahagiakan diriku. Ingat, kita bukan hasil fotokopian. Sebab jelas, Tuhan tidak malas, dengan hanya mengandalkan tombol CTRL+C untuk menciptakan makhluknya. Tuhan menciptakanmu begitu unik dan istimewa.

Perkara apakah kita ini adalah buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya atau tidak. Itu bukan perkara penting. Sebab apapun keadannya, kita tetaplah buah cinta dari pohon indukan. Yang telah mengayomi sedari kita masih berupa pentil. Segala situasinya, adalah makna kemurahan kasih dari Tuhan.

Yah, tak terasa sudah seribu huruf mengoceh. Kata-kata sudah menumpuk berbaris-baris. Alangkah baiknya, kita sudahi saja sabda dari gadis kencur kali ini. Semoga segala kebaikan menjadikan sebuah kesan berarti. Sedangkan kesalahan dan keluputan dapat termaafkan. Sebab biarpun sekecil kencur, dosa gadis ini sudah menumpuh menggunung-gunung. Terimakasih juga atas kebaikan hati dalam meluangkan waktu untuk membaca ocehan ini hingga tanda titik terakhir.

.

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya : Sebuah istilah yang memiliki makna bahwa sifat anak pasti tidak berbeda jauh dengan orangtuanya.
Gangsar : Lancar
Menyenggek : Menjatuhkan sesuatu dengan cara didorong dengan kayu panjang. 
Pentil : Buah yang masih sangat muda (bakal buah)

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar