Selasa, 31 Desember 2013

Keranjang Kamboja



 











Dimalam tak bersuara.
Saat angin malam berhembus tanpa arah.
Kau datang dengan wajah bergelora.
Membuat setiap pasang mata terpana.
Dengan langkah tegap ke utara.
Sedang aku hanya pura-pura, memasang wajah biasa.
Padahal disana, aku masih tak percaya.

Kau menyapa, lewat pandangan mata.
Meski bukan itu maknanya.
Sudah, jangan dusta.
Telah kutahu semua.
Lewat tanda yang tak sembarang dapat dibaca.

Sempat kuumpat perasaan kecewa.
Mengapa masih berpura.
Mengapa tak dari dulu bicara.
Mengapa engkau tak pergi saja.

Pergilah.
Aku tak sedang mau bermanis kata.
Katakan saja, karna dimatamu aku sudah tak lagi punya harga.
Tenanglah.
Aku tak apa.
Aku tlah biasa.
Anggap saja tlah lama aku sakit jiwa.
Sebab kurasa, hati ini tak lagi peka.

Pergilah.
Esok lusa, kan ku kirimkan sepucuk doa.
Dan ku umumkan pada semua tentang kabar duka.
Untuk kau yang tak tahu rasa.

Diatas tanah merah, yang masih basah.
Tidurlah cinta.
Kan ku hias tempat tidur barumu dengan tumpukan bata.
Juga kamboja-kamboja, yang slalu segar di atas tanah.

Jangan lagi kau tanya salah siapa.
Ini karna kau yang tak mau mengalah.
Dan kini kau kalah, berbaring tak berdaya.

Jangan bersedih cinta.
Aku akan tetap menjaga.
Dengan perasaan yang masih terjaga.

Kini kau tak akan kemana.
Kita kan slalu bersama.
Berdua, di kesunyian penuh harum aroma kamboja.
Dengan tawa girang, penuh bahagia.